Analisis Permasalahan Kurikulum Di Indonesia

Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam suatu negara, begitu pentingnya bahkan tolak ukur maju tidaknya suatu negara diukur dari pendidikannya. Maka dari itu dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan. Dan sebagai sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan sebuah kurikulum. Menurut Sukmadinata (2008:5), “Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar”. Adapun dalam UU No. 20 Tahun 2003 Kurikulum merupakan seperangkat rencana & sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional. Maka dari pengertian diatas penulis dapat menarik kesimpulkan bahwa kurikulum merupakan suatu pendoman atau pegangan bagi guru dalam melakukan proses kegiatan mengajar untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Selain itu kurikulum pun dapat dianggap sebagai dasar atau asas dalam pendidikan secara menyeluruh. Sehingga apabila dasar tersebut tidak kokoh maka yang terjadi adalah sebuah kerobohan pendidikan. Karena keberhasilan sebuah pendidikan untuk mencetak output atau disebut peserta didik yang bermutu dan berkualitas sangat ditentukan oleh kurikulum sebuah pendidikan. Kurikulum di Indonesia sendiri dapat dikatakan sebagai kurikulum yang lemah atau tidak kokoh, sehingga kemungkinan robohnya pendidikan di Indonesia semakin besar. Hal ini dibuktikan dengan sering bergantinya kurikulum pendidikan nasional hampir setiap 4-5 tahun sekali. Pemerintah menggati kurikulum yang berlaku pada masa itu karena kurikulum tersebut dianggap tidak dapat mencapai tujuan pendidikan dan memecahkan masalah yang terjadi pada kurikulum sebelumnya. Perubahan kurikrikulum tersebut, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan kurikulum 2006.
Pada tahun 1947 atau pada saat awal kemerdekaan, kurikulum saat itu diberi namaRentjana Pelajaran 1947Dengan tujuan untuk membentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Kemudian diganti pada tahun 1952 yang diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Selanjutnya diganti kembali dengan kurikulum 1968 yang lebih menekankan pada pengelompokan mata pelajaran mata pelajaran yang berbeda atau dikenal dengan nama penjurusan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Tujuh tahun kemudian, kurikulum 1975 mulai diberlakukan dengan tujuan kurikulum yang jelas pada setiap bidang studi. Namun kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Kemudian disempurnakan pada kurikulum 1984, kurikulum 1984 diganti dengan kurikulum 1994 karena adanya kesenjangan antara guru dan murid. Namun ternyata setelah penerapannya kesenjangan tersebut masih tetap ada dan tidak terselesaikan. Kemudian diganti kembali dengan kurikulum 2004 yang lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan harapan dapat menyelesaikan masalah sebelumnya dan menumbuhkan siswa yang kreatif dan inovatif. Proses pembelajaran berpusat pada siswa dan dikembangakan oleh siswa itu sendiri, namun yang terjadi justru sebaliknya. Guru tetap berpandangan bahwa setiap proses pengajaran berpusat dan bergantung pada guru, seperti pada kurikulum-kurikulum sebelumnya. Sehingga kurikulum tersebut tetap tidak berkembang.
Kenyataannya, masalah kesenjangan masih belum terselesaikan selain itu kreativitas serta inovasi yang diharapkan juga tidak muncul. Selanjutnya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006 yang dianggap dapat membawa perubahan pada masa depan pendidikan Indonesia. KTSP memberikan hak kepada setiap sekolah untuk menyusun sistem pendidikan yang sesuai dengan sekolah terebut. KTSP merupakan kurikulum yang fleksibel dan diharapkan dapat dilaksanakan diberbagai sekolah baik sekolah terpencil sekali pun. KTSP juga diharapkan dapat menyeimbangkan antara kemampuan akademik dan pribadi yang bermoral. Sebagai hasilnya memang benar output yang dihasilkan memiliki prestasi yang gemilang, namun prilaku mereka menjadi urakan. Dibuktikan dengan tingginya angka kriminalitas pelajar dan banyaknya tawuran antar pelajar. Dan yang terakhir adalah kurikulum 2013 yang dianggap sebagai penyempurna dari kurukulum KTSP. Pada dasarnya semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Namun apa sebenarnya maksud dan tujuan pemerintah Indonesia sendiri mengganti kurikulum yang sudah diterapkan dengan kurikulum baru yang belum tentu dapat beradaptasi dengan siswa atau peserta didik. Tujuannya tentu saja tidak lain untuk memperbaiki mutu pendidikan supaya bisa berkembang lebih baik dari sebelumnya dan agar sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Tapi apakah demikian, pada kenyataannya tidak ada perubahan mutu pendidikan yang di berikan oleh pendidikan di Indonesia. Bahkan mutu pendidikan selama ini masih memberikan hasil yang mengecewakan.
Justru perubahan kurikulum pendidikan yang begitu cepat pada kenyataanya menimbulkan masalah-masalah baru dalam dunia pendidikan, salah satu dari banyaknya masalah tesebut yaitu seperti halnya banyak prestasi siswa yang menurun hal ini mungkin di sebababkan karena siswa tidak dapat menyesuaikan diri dengan sistem pembelajaran pada kurikulum yang baru. Dalam hal ini peserta didik dituntut untuk dapat menyesuaikan diri pada setiap kurikulum yang berganti, padahal seharusnya bukan peserta didik yang menyesuaikan diri dengan kurikulum tetapi kurikulumlah yang harus menyesuaikan dengan kemampuan peserta didiknya. Lalu apakah pemerintah memikirkan masalah yang demikian, penulis rasa tidak. Pemerintah mungkin lebih berfikir dampak positif yang hanya memudahkan sebagian pihak saja.
Selain itu pada kenyataanya pula terdapat banyak sekali kesulitan dari perubahan dalam setiap kurikulum, disadari atau tidak perubahan kurikulum pastinya memerlukan biaya yang lebih banyak untuk fasilitas belajar, sarana prasarana yang mendukung dalam proses pendidikan serta alat-alat pendidikan baru yang tidak selalu dapat terpenuhi. Hingga pada akhirnya tidak jarang pula perubahan ini di tentang oleh beberapa pihak yang kurang percaya akan sesuatu yang baru sebelum terbukti kelebihannya.
Hal ini pula mungkin disebabkan karena masyarakat sudah terlalu bosan mendengar perubahan-perubahan kurikulum yang tidak memberikan perubahan yang sesuai dengan yang diharapkan. Dan hanya merupakan wacana dari pemerintah yang tidak terealisasikan dengan baik. Dalam hal ini bersifat kritis terhadap perubahan kurikulum adalah sifat yang sehat dan wajar, karena perubahan itu jangan sekedar mode yang timbul hanya sesaat dan kemudian lenyap dalam waktu yang tidak lama. Karena di khawatirkan kurikulum 2013 yang baru ini pun akan sama nasibnya dengan kurikulum-kurikulum lainnya.
Kurikulum 2013 sendiri, merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi dan karakter (competency and character based curriculum) ditunjukkan untuk menjawab tantangan zaman terhadap pendidikan yakni untuk menghasilkan lulusan yang kompetitif, inovatif, kreatif, kolaboratif serta berkarakter. Hal ini merupakan sejumlah terobosan yang dilakukan Kemendikbud guna menigkatkan mutu pendidikan agar mampu menghasilkan lulusan yang siap bersaing secara global di masa yang akan datang. Sebenarnya perubahan dari setiap kurikulum hampir sama membutuhkan penyesuaian pola pikir para pelaku pendidik.
 Sama halnya dengan yang terjadi pada kurikulum 2013 ini, dapat berjalan dengan baik apabila ada perubahan paradigma atau lebih tepatnya mindset para pendidik atau guru dalam proses pembelajaran. Mengingat bahwa substansi perubahan dari kurikulum 2006 (KTSP) ke kurikulum 2013 ini adalah perubahan proses pembelajaran, dari pola pembelajaran yang berpusat pada guru sehingga siswa cenderung pasif, kontrol terpusat hanya pada guru menuju proses pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam hal ini siswalah yang dituntut aktif dan mandiri dalam proses pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai fasilitaor dan motivator.
Namun hal tersebut hanya mungkin terwujud bila mindset guru telah berubah.Mereka tidak lagi memiliki mindset bahwa mengajar harus di dalam kelas, guru yang selalu berperan aktif dalam proses pembelajaran, pembelajaran hanya satu arah dan alat pembelajaran tunggal yaitu papan tulis. Mengubah guru seperti itu tidaklah mudah,karena pola pengajaran tersebut sudah di terapkan bertahun-tahun. Mengubahmindset guru itulah pekerjaan rumah tersendiri bagi Kemendikbud dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kegagalan mengubah mindset guru akan menjadi sumber kegagalan implementasi Kurikulum 2013. Persoalannya adalah perubahan mindset guru tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, perlu adanya sosialisasi, penyuluhan serta pelatihan bagi guru mengenai kurikulum 2013 dalam hal ini berkenaan dengan proses pembelajaran dan penilaian pembelajaran. Agar guru mengerti dan paham serta menerapkannya dalam pola pembelajaran di kelas. Selain itu faktor lainnya dari guru adalah bayak diantara para guru keberatan dalam mengevaluasi hasil belajar siswa, dalam hal ini berkaitan dengan penilaian otentik. Karena disini guru di tuntut untuk lebih mengamati siswa dalam hal penilaian, mulai dari penilaian tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/ atau produk, dan penilaian diri, penilaian antarteman dan catatan atau jurnal guru.
Sebenarnya gagasan dari kurikulum 2013 sangat bagus, namun proses implementasinya yang mungkin kurang tepat. Hal inilah yang menyebabkan implementasKurikulum 2013 menemui sejumlah masalah di lapangan. Selain persoalan paradigmatik, seperti mengubah mindset guru tersebut, ada problem teknis lainnya yang berkaitan dengan perubahan struktur kurikulum misalnya saja pemberlakuan penambahan jam pelajaran siiwa di sekolah, hal ini tentu saja menimbulkan penolakan dari sejumlah pihak. Salah satunya ialah dari para orang tua siswa yang risih dan kesal karena kasihan pada anaknya karena tidak punya waktu lagi untuk bermain bahkan besosialisasi karena beban yang mereka hadapi. Disamping itu guru pun dituntut lebih dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya sarana prasarana pembelajaran, dalam hal ini yang paling dominan adalah sarana TIK.  Keberadaan sarana TIK hingga saat ini masih belum merata pada setiap sekolah. Sekolah-sekolah yang berlokasi diperkotaan cenderung memiliki sarana TIK lebih baik dibanding dengan sekolah di daerah. Terlebih lagi yang berada di pelosok masih banyak yang belum tersentuh listrik sehingga keberadaan dan keberfungsian saran TIK merupakan hal yang tidak mungkin. Permasalahan lain yang muncul berkenaan dengan pendayagunaan TIK di sekolah adalah masih banyaknya guru yang belum melek TIK. Hal ini sangat berpengaruh terhadap proses bembelajaran sebab Kemendikbud sendiri telah menyediakan aplikasi pembelajaran berbasis TIK sebagai kelengkapan bahan ajar kurikulum 2013.
Dan yang tidak kalah penting adalah bahan ajar, dalam hal ini terdapat kendala dalam mendistribusikan buku karena tidak dapat di pungkiri bahwa ada banyak sekolah yang terlambat mendapatkan buku padahal tahunan ajar telah dimulai. Maka hal inilah yang menyebabkan masih adanya guru yang menggunakan metode dan bahan ajar pada kurikulum sebelumnya meski pun telah di adakannya pergantian kurikulum yang baru.Permasalahan- permasalah tersebut seharusnya dapat di ditangani dengan baik misalnya dengan menfasilitasi peningkatan guru lewat pelatihan, pengadaan perpustakaan lengkap dan pendidikan tambahan agar guru dapat mengimplementasikan kurikulum baru tersebut secara baik. Selanjutnya melakukan pemerataan pendidikan melalui pemerataan sarana dan prasarana ke sekolah terpencil sehingga tidak akan ada lagi siswa di daerah terpencil yang terbelakang pendidikan.
Namun jika berkaca pada negara lain, seperti negara-negara maju mereka tidak merubah-ubah kurikulum yang di pakai dalam sistem pendidikannya, namun meraka dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompetensi di bidangnya. Salah satunya saja negara Finlandia. Negara ini memiliki tingkat kualitas pendidikan terbaik di dunia. Menurut cerita para pakar pendidikan di Finlandia negara ini sukses menerapkan kurikulum dalam sistem pendidikannya. Negara ini tidak pernah mengganti kurikulum seperti halnya di Indonesia. Selain itu guru merupakan orang-orang pilihan, mereka direkrut dari mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi dalam belajarnya.
Tidak seperti di Indonesia yang menjadi guru adalah orang-orang yang sekolahnya lulusan SMA hanya nilai pas-pasan pun dapat mejadi guru. Inilah salah satu faktor yang membuat pendidikan di Indonesia kualitasnya sangat rendah. Sehingga sumber daya manusianya pun masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain, misalnya saja negara tetangga kita Malaysia, jika kita amati kita memiliki rumpun ilmu yang hampir sama bahkan sebelumnya negara ini banyak mengadopsi sistem pendidikan di Indonesia, akan tetapi sekarang Malaysia telah jauh lebih berkembang dari Indonesia dari segi pendidikan atau pun yang lainnya.
Maka dari itu yang terpenting dalam hal ini (pendidikan) adalah bagaimana cara guru melaksanakan pembelajaran dengan baik dan memiliki perubahan pada peserta didik dengan menanamkan sikap kognitif, afektif dan psikomotor. Sebab guru merupakan ujung tombak dalam dunia pendidikan. Karena gurulah yang sagat berperan dalam pembentukan karakter peserta didik, sebaik apapun sebuah konsep kurikulum jika tidak di imbangi dengan tenaga pengajar yang berkualitas, kurikulum tersebut tidak dapat berjalan dengan baik dan hanya akan menjadi sebuah nama yang tidak memiliki arti apapun. Selain itu bila kita amati perubahan kurikum yang terjadi bukan hanya karena perubahan struktur pemimpin dalam lembaga pendidikan namun juga karena kebutuhan dunia pendidikan karena terjadinya perubahan kurikulum.



http://nengindriyani.blogspot.com/2016/12/artikel-kurikulum.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGEMBANGAN PERMAINAN ABC LIMA DASAR UNTUK MENINGKATKAN PEMBELAJARAN KOSA KATA SISWA SD

Menumbuhkan Karakter Anak

Kurikulum 2013